Pengertian
Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen berbasis sekolah (MBS)
adalah model manajemen yang memberikan otonomi lebih ke sekolah-sekolah
dan meningkatkan keterlibatan langsung dari komunitas sekolah (kepala sekolah,
guru, mahasiswa, staf, orang tua dan masyarakat) dalam pengambilan
keputusan dalam rangka meningkatkan kualitas sekolah di bawah kebijakan
Departemen Pendidikan Nasional (Fadjar 2002). Konsep MBS telah menarik
ahli pendidikan di Indonesia pada akhir 1990-an, dan itu secara resmi
diadopsi sebagai model manajemen sekolah di Indonesia dengan disahkannya UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Konsep MBS dipilih
didasarkan pada paradigma desentralisasi pendidikan yang diterapkan untuk
memecahkan ketidakefektifan dari paradigma pendidikan sentralistik yang
sebelumnya diterapkan di Indonesia.
MBS merupakan model aplikasi manajemen institusional yang
mengintegrasikan seluruh sumber internal dan eksternal dengan
lebih menekankan pada pentingnya menetapkan kebijakan melalui perluasan
otonomi sekolah. Sasarannya adalah mengarahkan perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi kebijakan dalam rangka mencapai tujuan. Spesifikasinya berkenaan
dengan visi, misi, dan tujuan yang dikemas dalam pengembangan kebijakan dan
perencanaan (Wikipedia, 2009)
MBS juga merupakan salah satu model manajemen strategik. Hal
ini berarti meningkatkan pencapaian tujuan melalui pengerahan sumber daya
internal dan eksternal. Menurut Thomas Wheelen dan J. David Hunger (1995),
empat langkah utama dalam menerapkan perencanaan strategik yaitu (1) memindai
lingkungan internal dan eksternal (2) merumuskan strategi
yang meliputi perumusan visi-misi, tujuan organisasi, strategi, dan kebijakan
(3) implementasi strategi meliputi penyusunan progaram,
penyusunan anggaran, dan penetapan prosedur (4) mengontrol dan
mengevaluasi kinerja.
MBS merupakan salah satu strategik meningkatkan keunggulan
sekolah dalam mencapai tujuan melalui usaha mengintegrasikan seluruh kekuatan
internal dan eksternal. Pengintegrasian sumber daya dilakukan sejak tahap
perencanaan, pelaksanaan sampai pada evaluasi atau kontrol. Strategi
penerapannya dikembangkan dengan didasari asas keterbukaan informasi atau
transparansi, meningkatkan partisipasi, kolaborasi, dan akuntabilitas.
Tantangan praktisnya adalah bagaimana sekolah meningkatkan
efektivitas kinerja secara kolaboratif melalui pembagian tugas yang jelas
antara sekolah dan orang tua siswa yang didukung dengan sistem distribusi
informasi, menghimpun informasi dan memilih banyak alternatif gagasan dari
banyak pihak untuk mengembangkan mutu kebijakan melalui keputusan
bersama. Pelaksanaannya selalu berlandaskan usaha meningkatkan
partisipasi dan kolaborasi pada perencanaan, pelaksanaan kegiatan sehari-hari,
meningkatkan penjaminan mutu sehingga pelayanan sekolah dapat memenuhi kepuasan
konsumen.
Dalam menunjang keberhasilannya, MBS memerlukan banyak waktu
dan tenaga yang diperlukan pihak eksternal untuk terlibat dalam banyak
aktivitas sekolah. Hal ini menjadi salah satu kendala. Tingkat pemahaman
orang tua tentang bagaimana seharusnya berperan juga menjadi kendala lain
sehingga partisipasi dan kolaborasi orang tua sulit diwujudkan. Karena itu,
pada tahap awal penerapan MBS di Indonesia lebih berkonsentrasi pada bagaimana
orang tua berpartisipasi secara finansial dibandingkan pada aspek eduktif.
Istilah
manajemen sekolah acapkali disandingkan dengan istilah administrasi sekolah.
Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda; pertama, mengartikan
administrasi lebih luas dari pada manajemen (manajemen merupakan inti dari
administrasi); kedua, melihat manajemen lebih luas dari pada administrasi (
administrasi merupakan inti dari manajemen); dan ketiga yang menganggap bahwa
manajemen identik dengan administrasi.
Dalam makalah ini, istilah manajemen diartikan sama dengan istilah administrasi atau pengelolaan, yaitu segala usaha bersama untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal.
Dalam makalah ini, istilah manajemen diartikan sama dengan istilah administrasi atau pengelolaan, yaitu segala usaha bersama untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal.
Berdasarkan
fungsi pokoknya, istilah manajemen dan administrasi mempunyai fungsi yang sama,
yaitu:
1. merencanakan (planning),
2. mengorganisasikan (organizing),
3. mengarahkan (directing),
4. mengkoordinasikan (coordinating),
5. mengawasi (controlling), dan
6. mengevaluasi (evaluation).
1. merencanakan (planning),
2. mengorganisasikan (organizing),
3. mengarahkan (directing),
4. mengkoordinasikan (coordinating),
5. mengawasi (controlling), dan
6. mengevaluasi (evaluation).
Menurut Gaffar (1989) mengemukakan bahwa manjemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik, sitemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Tujuan dan Manfaat
Manajemen Berbasis Sekolah
Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
MBS bertujuan untuk meningkatkan keunggulan sekolah melalui pengambilan
keputusan bersama. Fokus kajiannya adalah bagaimana memberikan pelayanan
belajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa, memenuhi kriteria yang sesuai
dengan harapan orang tua siswa serta harapan sekolah dalam membangun keunggulan
kompetitif dengan sekolah sejenis.
Tujuan SMA adalah melayani siswa agar dapat melanjutkan ke perguruan
tinggi dan dapat memenuhi syarat kompetensi untuk dapat hidup mandiri. Siswa
memiliki kompetensi sehingga dapat hidup dengan mangandalkan potensi dirinya
secara kompetitif. Mutu sekolah ditentukan oleh seberapa besar daya sekolah
untuk mewujudkan mutu lulusan sesuai dengan syarat yang ditentukan bersama. Hal
ini sejalan dengan konsep yang dikemukakan oleh Edward Sallis bahwa mutu adalah
memenuhi kriteria yang dipersyaratkan.
Kejelasan tujuan merupakan prasyarat efektifnya sekolah. Kriteria
mutu yang digambarkan dengan sejumlah kriteria pencapaian tujuan dengan
indikator yang jelas menjadi bagian penting yang perlu sekolah rumuskan.
Keuntungan dengan memperjelas indikator dan kriteria mutu pada pencaian
tujuan akan memandu sekolah memformulasikan strategi, mengimplementasikan
strategi dan mengukur pencapaian kinerja.
Tujuan MBS adalah meningkatkan mutu keputusan untuk mencapai tujuan. Oleh
karena, dalam pelaksanaan MBS memerlukan tujuan yang hendak dicapai secara
jelas, jelas indikatornya, jelas kriteria pencapaiannya agar keputusan
lebih terarah.
Lebih dari itu dengan proses pengambilan keputusan bersama harus sesuai
dengan kepentingan siswa belajar. Dilihat dari sisi standardisasi, maka
penerapan MBS berarti meningkatkan standar kinerja belajar siswa melalu
pengambilan keputusan bersama, meningkatkan partisipasi dalam pelaksanaan
kegiatan, dan meningkatkan kontrol dan evaluasi agar lebih akuntabel.
Menyepakati profil hasil belajar yang diharapkan bersama merupakan dasar
penting dalam melaksanakan MBS.
Partisipasi seluruh pemangku kepentingan berarti meningkatkan daya dukung
bersama untuk meningkatkan mutu lulusan melalui peningkatan mutu pelayanan
belajar dengan standar yang sesuai dengan harapan orang tua siswa yang
ditetapkan menjadi target sekolah.
Keuntungan dengan memperjelas indikator dan kriteria mutu pada pencapaian
tujuan akan memandu sekolah memformulasikan strategi, mengimplementasikan
strategi dan mengukur pencapaian kinerja.
Tujuan MBS adalah mengambil keputusan bersama untuk memperjelas tujuan,
indikator, dan kriteria mutu yang ditetapkan sehingga memiliki keunggulan
yang kompetitif karena keputusan akan sesuai dengan kebutuhan pengembangan
potensi dan prestasi siswa pada tingkat satuan pendidikan.
Dengan demikian partisipasi orang tua siswa dalam bentuk biaya merupakan
bagian dari peningkatan standar mutu pengelolaan sekolah, yang lebih penting
dari itu ialah bagaimana orang tua berperan dalam meningkatkan potensi peserta
didik agar menjadi lulusan yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan harapan
bersama.
Manfaat
Manajemen Berbasis Sekolah
MBS dipandang sebagai
alternatif dari pola umum pengoperasian sekolah yang selama ini memusatkan
wewenang di kantor pusat dan daerah. MBS adalah strategi untuk meningkatkan
pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan penting dari
pusat dan dearah ke tingkat sekolah. Dengan demikian, MBS pada dasarnya
merupakan sistem manajemen di mana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan
penting tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS memberikan
kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, murid, dan orang
tua atas proses pendidikan di sekolah mereka.
Dalam pendekatan ini,
tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian,
dan kurikulum ditempatkan di tingkat sekolah dan bukan di tingkat daerah,
apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru, orang tua, dan anggota masyarakat
lainnya dalam keputusan-keputusan penting itu, MBS dipandang dapat menciptakan
lingkungan belajar yang efektif bagi para murid. Dengan demikian, pada dasarnya
MBS adalah upaya memandirikan sekolah dengan memberdayakannya.
Para pendukung MBS
berpendapat bahwa prestasi belajar murid lebih mungkin meningkat jika manajemen
pendidikan dipusatkan di sekolah ketimbang pada tingkat daerah. Para kepala
sekolah cenderung lebih peka dan sangat mengetahui kebutuhan murid dan
sekolahnya ketimbang para birokrat di tingkat pusat atau daerah. Lebih lanjut
dinyatakan bahwa reformasi pendidikan yang bagus sekalipun tidak akan berhasil
jika para guru yang harus menerapkannya tidak berperanserta merencanakannya.
Para pendukung MBS
menyatakan bahwa pendekatan ini memiliki lebih banyak maslahatnya ketimbang
pengambilan keputusan yang terpusat. Maslahat itu antara lain menciptakan
sumber kepemimpinan baru, lebih demokratis dan terbuka, serta menciptakan
keseimbangan yang pas antara anggaran yang tersedia dan prioritas program
pembelajaran. Pengambilan keputusan yang melibatkan semua pihak yang
berkepentingan meningkatkan motivasi dan komunikasi (dua variabel penting bagi
kinerja guru) dan pada gilirannya meningkatkan prestasi belajar murid. MBS
bahkan dipandang sebagai salah satu cara untuk menarik dan mempertahankan guru
dan staf yang berkualitas tinggi.
Penerapan MBS yang
efektif secara spesifik mengidentifikasi beberapa manfaat spesifik dari
penerapan MBS sebagai berikut :
1.
Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk
mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.
2.
Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk
terlibat dalam pengambilan keputusan penting.
3.
Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun
program pembelajaran.
4.
Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk
mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.
5.
Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik
ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan
pengeluaran, dan biaya program-program sekolah.
6.
Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan
kepemimpinan baru di semua level.
Penerapan
Manajemen Berbasis Sekolah
Penerapan
MBS sebagai salah satu model manajemen strategik dalam sistem pengelolaan pendidikan
dengan tujuan untuk mencapai peningkatan mutu pendidikan yang berstandar maka
terdapat beberapa langkah strategis yang perlu sekolah lakukan:
- Merumuskan dan menyepakati standar lulusan yang diharapkan bersama dengan indikator dan target yang jelas yang merujuk pada standar nasional pendidikan.
- Menetapkan strategi yang akan sekolah terapkan untuk menghasilkan lulusan yang diharapkan dan relevansinya dengan peningkatan kebutuhan kurikulum, kompetensi pendidik, tenaga kependidikan, sarana-prasarana, dan pembiayaan.
- Meningkatan daya dukung informasi dengan cara memindai kekuatan, kelemahan lingkungan internal serta memindai peluang dan ancaman lingkungan eksternal. Penyediaan informasi yang tepat dan terpercaya merupakan bagian penting dalam menunjang sukses pengambilan keputusan.
- Meningkatkan efektivitas komunikasi pihak internal dan eksternal sekolah dalam upaya meningkatkan pemahaman mengenai tugas dan tanggung jawab masing-masing, serta dalam membangun dan mengembangkan kerja sama memberikan pelayanan pendidikan secara optimal kepada siswa.
- Meningkatkan daya kolaborasi sekolah dalam menerapkan keputusan bersama ini sebagai bagian dari upaya melibatkan seluruh warga sekolah agar memiliki daya partisipasi yang kuat untuk mengubah kebijakan menjadi aksi.
Dalam
upaya peningkatan mutu MBS sekolah perlu meningkatkan standar pengelolaan untuk
mendapatkan (1) visi dan misi sekolah yang diputuskan bersama. (2) menetapkan
tujuan terutama merumuskan indikator dan target mutu lulusan (3) menetapkan
strategi yang melibatkan semua pihak untuk mewujudkan tujuan yang sekolah
harapkan yang berporos pada meningkatkan mutu lulusan (4) Menetapkan kebijakan
dan program peningkatan mutu lulusan dengan menerapkan delapan standar nasional
pendidikan sebagai rujukan mutu termasuk di dalamnya penetapan anggaran untuk
menyediakan akses dan kecukupan standar serta menetapkan keunggulan yang
mungkin sekolah wujudkan. Sekolah yang efektif memiliki dokumen program yang
telah disepakati bersama dan semua pihak yang terlibat memahami tugas
masing-masing.
- Melaksanakan kegiatan sesuai dengan program sesuai dengan standar, melaksanakan anggaran sesuai dengan yang disepakati, memanfaatkan seluruh sumber daya secara efektif dan efisien, dan memastikan bahwa seluruh tahap kegiatan yang dilaksanakan seusai dengan rencana.
- Sekolah memastikan bahwa proses penyelenggaraan sekolah mengarah pada tercapainya tujuan dengan indikator dan target yang telah ditetapkan bersama. Sekolah juga melakukan studi bersama yang melibatkan seluruh unsur yang bertanggung jawab untuk meningkatkan penjaminan bahwa penyelenggaraan sekolah mencapai target yang diharapkan. Fokus utama penjaminan mutu adalah terselenggaranya pembelajaran dan pengelolaan secara efektif.
- Melaksanakan kontrol sesuai dengan hasil kesepakatan bersama dan mengolah hasil evaluasi sebagai bahan perbaikan selanjutnya.
Untuk
mendukung efektifnya empat tahap kegiatan itu perlu memperhatikan dengan
sungguh-sungguh tentang beberapa hal berikut :
- Mendeskripsikan lulusan dengan indikator yang jelas yang diikuti dengan indentifikasi kebutuhan kurikulum, kompetensi pendidik, sarana, biaya, dan sistem pengelolaan.
- Meningkatkan keberdayaan sekolah dalam mengembangkan sistem informasi sebagai bahan pengambilan keputusan.
- Menyediakan infomasi yang perlu dipahami oleh seluruh anggota komunitas agar tiap orang dipastikan dapat melaksanakan tugasnya secara optimal.
- Meningkatkan kegiatan sosialisasi program sehingga semua pihak dipastikan mendapatkan informasi secara transparan dan akuntabel.
- Meningkatkan kekerapan dan kedalaman komunikasi baik secara langsung maupun komunikasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
- Mengembangkan tim pengembang mutu yang akan mengimplementasikan kegiatan yang melibatkan pihak internal dan eksternal.
- Mempersiapkan instrumen pengukuran pencapaian kinerja baik terhadap proses maupun hasil dengan indikator yang transparan sehingga semua pihak memahami betul ukuran keberhasilan yang disepakati.
- Melaksanakan pertemuan mengembangakan rencana kegiatan, evaluasi kegiatan, dan evaluasi hasil.
- Menyusun pertanggung jawaban program secara transparan dan akuntabel.
- Melakukan perbaikan berkelanjutan.
Hambatan
dalam Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah
Beberapa
hambatan yang mungkin dihadapi pihak-pihak berkepentingan dalam penerapan MBS
adalah sebagai berikut :
1) Tidak Berminat Untuk Terlibat
Sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang sekarang mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam kegiatan yang menurut mereka hanya menambah beban. Anggota dewan sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu.
1) Tidak Berminat Untuk Terlibat
Sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang sekarang mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam kegiatan yang menurut mereka hanya menambah beban. Anggota dewan sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu.
2). Tidak Efisien
Pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif adakalanya menimbulkan frustrasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis. Para anggota dewan sekolah harus dapat bekerja sama dan memusatkan perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain di luar itu.
3). Pikiran Kelompok
Setelah beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini berdampak positif karena mereka akan saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit “pikiran kelompok.” Ini berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak lagi realistis.
4) Memerlukan Pelatihan
Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat MBS sebenarnya dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan sebagainya.
5) Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru
Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.
6). Kesulitan Koordinasi
Setiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan sekolah.
Apabila
pihak-pihak yang berkepentingan telah dilibatkan sejak awal, mereka dapat
memastikan bahwa setiap hambatan telah ditangani sebelum penerapan MBS. Dua
unsur penting adalah pelatihan yang cukup tentang MBS dan klarifikasi peran dan
tanggung jawab serta hasil yang diharapkan kepada semua pihak yang
berkepentingan. Selain itu, semua yang terlibat harus memahami apa saja
tanggung jawab pengambilan keputusan yang dapat dibagi, oleh siapa, dan pada
level mana dalam organisasi.
Anggota
masyarakat sekolah harus menyadari bahwa adakalanya harapan yang dibebankan
kepada sekolah terlalu tinggi. Pengalaman penerapannya di tempat lain
menunjukkan bahwa daerah yang paling berhasil menerapkan MBS telah memfokuskan
harapan mereka pada dua maslahat: meningkatkan keterlibatan dalam pengambilan
keputusan dan menghasilkan keputusan lebih baik.