Longsor merupakan suatu bentuk erosi dimana pemindahan
tanahnya terjadi pada suatu saat dan melibatkan volume besar tanah. Longsor
terjadi akibat meluncurnya suatu volume tanah di atas suatu lapisan agak kedap
air yang jenuh air (Munir, 2006:294).
Tipe Longsorlahan
Menurut DGTL (1981:3) Gerakan tanah adalah suatu produk
dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa
tanah dan batuan ke tempat/ daerah yang lebih rendah.
DGTL mengklasifikasikan gerakan tanah menjadi empat
jenis, yaitu :
1) Aliran Tanah dan Batuan
Dapat bergerak perlahan, tapi pada umumnya
serentak/mendadak dengan kecepatan tinggi yang dalam bahasa asing orang
menyebutkan “debris avalance”.
2) Longsoran atau Tanah Longsor
Gerakannya cepat. Pada umumnya berbentuk tapal
kuda dengan gerakan memutar. Jenis longsoran antara lain berupa nendatan, rekahan,
retakan, dan belahan.
3) Runtuhan
Gerakannya cepat. Pada umumnya menyangkut batu
yang runtuh melalui tebing tegak atau hampir tegak.
4) Amblesan
Gerakannya dapat lamban
atau cepat. Terjadi sebagai akibat penambangan bawah tanah, penyedotan air
tanah yang berlebihan, proses erosi (pengikisan atau pelarutan) di daerah batu
gamping, dan kondisi geologi bawah tanah karena proses keseimbangan atau
pemadatan tanah di daerah-daerah yang keadaan tanahnya belum mantap.
Faktor-faktor
Penyebab Longsorlahan
Menurut
Munir (2006: 294) tanah longsor akan terjadi disuatu tempat apabila tiga hal
berikut ini telah terpenuhi, yaitu:
1) Adanya lereng yang cukup curam yang
memungkinkan suatu volume besar tanah meluncur atau bergerak.
2) Adanya lapisan di bawah tanah permukaan yang
kedap air dan lunak yang akan berfungsi sebagai bidang luncur.
3) Terdapat cukup air dalam tanah sehingga
lapisan tanah yang berada tepat di atas lapisan kedap air itu akan jenuh.
Klasifikasi tingkat kerawanan longsorlahan diperoleh dari
penjumlahan pengharkatan parameter, untuk jumlah harkat terendah termasuk
kedalam klas kerawanan longsorlahan dengan tingkat kerawanan tertinggi dan
sebaliknya untuk jumlah harkat tertinggi termasuk kedalam tingkat kerawanan
terendah. Klasifikasinya sebagai berikut:
1) Klas I = Merupakan blok yang mempunyai tingkat kerawanan paling tinggi
atau klas I dalam potensi kelongsoran, untuk blok ini memerlukan tindakan
pengelolaan yang paling intensif, kondisi pada blok ini mempunyai prosentasi
penutupan lahan rendah (lahan gundul), mempunyai topografi curam (>30%).
2) Klas II = Merupakan blok yang mempunyai potensi kelongsoran klas II,
dalam blok ini mempunyai topografi miring (15%-30%), tidak ada penutupan lahan
dan merupakan lahan bekas tebangan.
3) Klas III = Merupakan blok yang mempunyai bahaya tingkat kelongsoran
cukup tinggi atau klas III, dalam blok ini mempunyai topografi bergunung
(>30%), mempunyai tingkat penutupan lahan sedang.
4) Klas IV = Merupakan blok yang mempunyai bahaya kelongsoran sedang atau
klas IV yaitu blok yang mempunyai prosentasi topografi >30% dan mempunyai
tingkat penutupan vegetasi tinggi.
5) Klas V = Merupakan blok yang mempunyai bahaya kelongsoran rendah atau
klas V yaitu blok yang mempunyai tingkat penutupan lahan sangat tinggi dengan
topografi 15%-30%.
6) Klas VI = Merupakan blok yang mempunyai potensi kelongsoran sangat
rendah, mempunyai kemiringan 15%, penutupan vegetasi rapat dan permanen.
7) Klas VII = Merupakan lahan yang tidak berpotensi terhadap kelongsoran,
lahan ini mempunyai kemiringan 0%-15% dan tingkat kerapatan vegetasi rendah.
Untuk mengetahui tingkat kerawanan longsorlahan pada
setiap satuan lahan diperlukan data – data sebagai berikut
1.
Data geologi,
2.
Data topografi,
3.
Data penggunaan lahan,
4.
Data tanah
5.
Data Parameter penentu kerawanan longsor menghasilkan
peta tingkat kerawanan longsorlahan.
2. Pengaruh tanah
terhadap bencana longsor
Bencana alam longsorlahan merupakan salah satu risiko
dari pemanfaatan sumberdaya alam yang sering terjadi di daerah pegunungan atau
daerah perbukitan terjal. Semakin berkembangnya populasi manusia akan
menyebabkan semakin bertambahnya kebutuhan akan lahan, untuk bermukim, maupun
untuk dimanfaatkan sebagai sarana bekerja misalnya bertani, berkebun, maupun
tambang. Pemenuhan kebutuhan akan lahan di daerah pegunungan atau perbukitan
sering dilakukan dengan memanfaatkan daerah berlereng terjal dengan cara memotong
tebing ataupun mengolah lereng yang terjal yang pada akhirnya akan menurunkan
tingkat kemantapan lereng yang berarti memperbesar kemungkinan longsorlahan.
Penelitian dilaksanakan oleh saudara Denny Asih Maulina di
Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali dengan pertimbangan bahwa di kecamatan
tersebut berpotensi menimbulkan longsorlahan.
0 comments:
Post a Comment