Sunday, April 22, 2012

Manajemen Berbasis Sekolah


 Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah model manajemen yang memberikan otonomi lebih  ke sekolah-sekolah dan meningkatkan keterlibatan langsung dari komunitas sekolah (kepala sekolah, guru,  mahasiswa, staf, orang tua dan masyarakat) dalam pengambilan keputusan dalam rangka meningkatkan kualitas  sekolah di bawah kebijakan Departemen Pendidikan Nasional (Fadjar 2002). Konsep  MBS telah menarik ahli pendidikan di Indonesia pada akhir 1990-an, dan itu  secara resmi diadopsi sebagai model manajemen sekolah di Indonesia dengan disahkannya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Konsep MBS dipilih  didasarkan pada paradigma desentralisasi pendidikan yang diterapkan untuk memecahkan  ketidakefektifan dari paradigma pendidikan sentralistik yang sebelumnya diterapkan di Indonesia.
MBS merupakan model aplikasi manajemen institusional yang mengintegrasikan  seluruh sumber  internal dan eksternal  dengan lebih menekankan pada pentingnya menetapkan kebijakan melalui  perluasan otonomi sekolah.  Sasarannya adalah mengarahkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan dalam rangka mencapai tujuan. Spesifikasinya berkenaan dengan visi, misi, dan tujuan yang dikemas dalam pengembangan kebijakan dan perencanaan (Wikipedia, 2009)  
MBS juga merupakan salah satu model manajemen strategik. Hal ini berarti meningkatkan pencapaian tujuan melalui  pengerahan sumber daya internal dan eksternal. Menurut Thomas Wheelen dan J. David Hunger (1995), empat langkah utama dalam menerapkan perencanaan strategik yaitu (1) memindai lingkungan internal dan eksternal (2) merumuskan strategi yang meliputi perumusan visi-misi, tujuan organisasi, strategi, dan kebijakan (3) implementasi strategi meliputi penyusunan progaram, penyusunan anggaran, dan penetapan prosedur (4) mengontrol dan mengevaluasi kinerja.
MBS merupakan salah satu strategik meningkatkan keunggulan sekolah dalam mencapai tujuan melalui usaha mengintegrasikan seluruh kekuatan internal dan eksternal. Pengintegrasian sumber daya dilakukan sejak tahap perencanaan, pelaksanaan sampai pada evaluasi atau kontrol. Strategi penerapannya dikembangkan dengan didasari asas keterbukaan informasi atau transparansi, meningkatkan partisipasi, kolaborasi, dan akuntabilitas.
Tantangan praktisnya adalah bagaimana sekolah meningkatkan efektivitas kinerja secara kolaboratif  melalui pembagian tugas yang jelas antara sekolah dan orang tua siswa yang didukung dengan sistem distribusi informasi, menghimpun informasi dan memilih banyak alternatif gagasan dari banyak pihak untuk mengembangkan mutu kebijakan melalui keputusan bersama.  Pelaksanaannya selalu berlandaskan  usaha meningkatkan partisipasi dan kolaborasi pada perencanaan, pelaksanaan kegiatan sehari-hari, meningkatkan penjaminan mutu sehingga pelayanan sekolah dapat memenuhi kepuasan konsumen.
Dalam menunjang keberhasilannya, MBS memerlukan banyak waktu dan tenaga yang diperlukan pihak eksternal untuk terlibat dalam banyak aktivitas sekolah.  Hal ini menjadi salah satu kendala. Tingkat pemahaman orang tua tentang bagaimana seharusnya berperan juga menjadi kendala lain sehingga partisipasi dan kolaborasi orang tua sulit diwujudkan. Karena itu, pada tahap awal penerapan MBS di Indonesia lebih berkonsentrasi pada bagaimana orang tua berpartisipasi secara finansial dibandingkan pada aspek eduktif.

Istilah manajemen sekolah acapkali disandingkan dengan istilah administrasi sekolah. Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda; pertama, mengartikan administrasi lebih luas dari pada manajemen (manajemen merupakan inti dari administrasi); kedua, melihat manajemen lebih luas dari pada administrasi ( administrasi merupakan inti dari manajemen); dan ketiga yang menganggap bahwa manajemen identik dengan administrasi.
Dalam makalah ini, istilah manajemen diartikan sama dengan istilah administrasi atau pengelolaan, yaitu segala usaha bersama untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal.
Berdasarkan fungsi pokoknya, istilah manajemen dan administrasi mempunyai fungsi yang sama, yaitu:
1. merencanakan (planning),
2. mengorganisasikan (organizing),
3. mengarahkan (directing),
4. mengkoordinasikan (coordinating),
5. mengawasi (controlling), dan
6. mengevaluasi (evaluation).

Menurut Gaffar (1989) mengemukakan bahwa manjemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik, sitemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Tujuan dan Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah
 Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
MBS bertujuan untuk meningkatkan keunggulan sekolah melalui pengambilan keputusan bersama. Fokus kajiannya adalah bagaimana memberikan pelayanan belajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa,  memenuhi kriteria yang sesuai dengan harapan orang tua siswa serta harapan sekolah dalam membangun keunggulan kompetitif dengan sekolah sejenis.
Tujuan SMA adalah melayani siswa agar dapat melanjutkan ke perguruan tinggi dan dapat memenuhi syarat kompetensi untuk dapat hidup mandiri. Siswa memiliki kompetensi sehingga dapat hidup dengan mangandalkan potensi dirinya secara kompetitif. Mutu sekolah ditentukan oleh seberapa besar daya sekolah untuk mewujudkan mutu lulusan sesuai dengan syarat yang ditentukan bersama. Hal ini sejalan dengan konsep yang dikemukakan oleh Edward Sallis bahwa mutu adalah memenuhi kriteria yang dipersyaratkan.
Kejelasan tujuan merupakan prasyarat efektifnya sekolah. Kriteria mutu  yang digambarkan dengan sejumlah kriteria pencapaian tujuan dengan indikator yang jelas menjadi bagian penting yang perlu sekolah rumuskan.
Keuntungan dengan memperjelas indikator dan kriteria mutu pada pencaian tujuan akan memandu sekolah memformulasikan strategi, mengimplementasikan strategi dan mengukur pencapaian kinerja.
Tujuan MBS adalah meningkatkan mutu keputusan untuk mencapai tujuan. Oleh karena, dalam pelaksanaan MBS memerlukan tujuan yang hendak dicapai secara jelas, jelas  indikatornya, jelas kriteria pencapaiannya agar keputusan lebih terarah.
Lebih dari itu dengan proses pengambilan keputusan bersama harus sesuai dengan kepentingan siswa belajar.  Dilihat dari sisi standardisasi, maka penerapan MBS berarti meningkatkan standar kinerja belajar siswa  melalu pengambilan keputusan bersama, meningkatkan partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan, dan meningkatkan kontrol dan evaluasi agar lebih akuntabel.  Menyepakati profil hasil belajar yang diharapkan bersama merupakan dasar penting dalam melaksanakan MBS.
Partisipasi seluruh pemangku kepentingan berarti meningkatkan daya dukung bersama untuk meningkatkan mutu lulusan melalui peningkatan mutu pelayanan belajar dengan standar yang sesuai dengan harapan orang tua siswa yang ditetapkan menjadi target sekolah.
Keuntungan dengan memperjelas indikator dan kriteria mutu pada pencapaian tujuan akan memandu sekolah memformulasikan strategi, mengimplementasikan strategi dan mengukur pencapaian kinerja.
Tujuan MBS adalah mengambil keputusan bersama untuk memperjelas tujuan, indikator, dan kriteria mutu yang ditetapkan sehingga  memiliki keunggulan yang kompetitif karena keputusan akan sesuai dengan kebutuhan pengembangan potensi dan prestasi siswa pada tingkat satuan pendidikan.
Dengan demikian partisipasi orang tua siswa dalam bentuk biaya merupakan bagian dari peningkatan standar mutu pengelolaan sekolah, yang lebih penting dari itu ialah bagaimana orang tua berperan dalam meningkatkan potensi peserta didik agar menjadi lulusan yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan harapan bersama.

 Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah
MBS dipandang sebagai alternatif dari pola umum pengoperasian sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di kantor pusat dan daerah. MBS adalah strategi untuk meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan penting dari pusat dan dearah ke tingkat sekolah. Dengan demikian, MBS pada dasarnya merupakan sistem manajemen di mana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka.      
Dalam pendekatan ini, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum ditempatkan di tingkat sekolah dan bukan di tingkat daerah, apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru, orang tua, dan anggota masyarakat lainnya dalam keputusan-keputusan penting itu, MBS dipandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi para murid. Dengan demikian, pada dasarnya MBS adalah upaya memandirikan sekolah dengan memberdayakannya.         
Para pendukung MBS berpendapat bahwa prestasi belajar murid lebih mungkin meningkat jika manajemen pendidikan dipusatkan di sekolah ketimbang pada tingkat daerah. Para kepala sekolah cenderung lebih peka dan sangat mengetahui kebutuhan murid dan sekolahnya ketimbang para birokrat di tingkat pusat atau daerah. Lebih lanjut dinyatakan bahwa reformasi pendidikan yang bagus sekalipun tidak akan berhasil jika para guru yang harus menerapkannya tidak berperanserta merencanakannya.   
Para pendukung MBS menyatakan bahwa pendekatan ini memiliki lebih banyak maslahatnya ketimbang pengambilan keputusan yang terpusat. Maslahat itu antara lain menciptakan sumber kepemimpinan baru, lebih demokratis dan terbuka, serta menciptakan keseimbangan yang pas antara anggaran yang tersedia dan prioritas program pembelajaran. Pengambilan keputusan yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan meningkatkan motivasi dan komunikasi (dua variabel penting bagi kinerja guru) dan pada gilirannya meningkatkan prestasi belajar murid. MBS bahkan dipandang sebagai salah satu cara untuk menarik dan mempertahankan guru dan staf yang berkualitas tinggi.
Penerapan MBS yang efektif secara spesifik mengidentifikasi beberapa manfaat spesifik dari penerapan MBS sebagai berikut :       
1.      Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.         
2.      Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting.  
3.      Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program pembelajaran.
4.      Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.     
5.      Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah.    
6.      Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level.
 Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah
Penerapan MBS sebagai salah satu model manajemen strategik dalam sistem pengelolaan pendidikan dengan tujuan untuk mencapai peningkatan mutu pendidikan yang berstandar maka terdapat beberapa langkah strategis yang perlu sekolah lakukan:
  • Merumuskan dan menyepakati standar lulusan yang diharapkan bersama dengan indikator dan target yang jelas yang merujuk pada standar nasional pendidikan.
  • Menetapkan strategi yang akan sekolah terapkan untuk menghasilkan lulusan yang diharapkan dan relevansinya dengan peningkatan kebutuhan kurikulum, kompetensi  pendidik, tenaga kependidikan, sarana-prasarana, dan pembiayaan.
  • Meningkatan daya dukung informasi dengan cara memindai kekuatan, kelemahan lingkungan internal serta memindai peluang dan ancaman lingkungan eksternal. Penyediaan informasi yang tepat dan terpercaya merupakan bagian penting dalam menunjang sukses pengambilan keputusan.
  • Meningkatkan efektivitas komunikasi pihak internal dan  eksternal sekolah dalam upaya meningkatkan pemahaman mengenai tugas dan tanggung jawab masing-masing, serta dalam membangun dan mengembangkan kerja sama memberikan pelayanan pendidikan secara optimal kepada  siswa.
  • Meningkatkan daya kolaborasi sekolah dalam menerapkan keputusan bersama ini sebagai bagian dari upaya melibatkan seluruh warga sekolah agar memiliki daya partisipasi yang kuat untuk mengubah kebijakan menjadi aksi.
Dalam upaya peningkatan mutu MBS sekolah perlu meningkatkan standar pengelolaan untuk mendapatkan (1) visi dan misi sekolah yang diputuskan bersama. (2) menetapkan tujuan terutama merumuskan indikator dan target mutu lulusan (3) menetapkan strategi yang melibatkan semua pihak untuk mewujudkan tujuan yang sekolah harapkan yang berporos pada meningkatkan mutu lulusan (4) Menetapkan kebijakan dan program peningkatan mutu lulusan dengan menerapkan delapan standar nasional pendidikan sebagai rujukan mutu termasuk di dalamnya penetapan anggaran untuk menyediakan akses dan kecukupan standar serta menetapkan keunggulan yang mungkin sekolah wujudkan. Sekolah yang efektif memiliki dokumen program yang telah disepakati bersama  dan semua pihak yang terlibat memahami tugas masing-masing.
  • Melaksanakan kegiatan sesuai dengan program sesuai dengan standar, melaksanakan anggaran sesuai dengan yang disepakati, memanfaatkan seluruh sumber daya secara efektif dan efisien, dan memastikan bahwa seluruh tahap kegiatan yang dilaksanakan seusai dengan rencana.
  • Sekolah memastikan bahwa proses penyelenggaraan sekolah mengarah pada tercapainya tujuan dengan indikator dan target yang telah ditetapkan bersama. Sekolah juga melakukan studi bersama yang melibatkan seluruh unsur yang bertanggung jawab untuk meningkatkan penjaminan bahwa penyelenggaraan sekolah mencapai target yang diharapkan. Fokus utama penjaminan mutu adalah terselenggaranya pembelajaran dan pengelolaan secara efektif.
  • Melaksanakan kontrol sesuai dengan hasil kesepakatan bersama dan mengolah hasil evaluasi sebagai bahan perbaikan selanjutnya.
Untuk mendukung efektifnya empat tahap kegiatan itu perlu memperhatikan dengan sungguh-sungguh tentang beberapa hal berikut :
  • Mendeskripsikan lulusan dengan indikator yang jelas yang diikuti dengan indentifikasi kebutuhan kurikulum, kompetensi pendidik, sarana, biaya, dan sistem pengelolaan.
  • Meningkatkan keberdayaan sekolah dalam mengembangkan sistem informasi sebagai bahan pengambilan keputusan.
  • Menyediakan  infomasi yang perlu dipahami oleh seluruh anggota komunitas agar tiap orang dipastikan dapat melaksanakan tugasnya secara optimal.
  • Meningkatkan kegiatan sosialisasi program sehingga semua pihak dipastikan mendapatkan informasi secara transparan dan akuntabel.
  • Meningkatkan kekerapan dan kedalaman  komunikasi baik secara langsung maupun komunikasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
  • Mengembangkan tim pengembang mutu yang akan mengimplementasikan kegiatan yang melibatkan pihak internal dan eksternal.
  • Mempersiapkan instrumen pengukuran pencapaian kinerja baik terhadap proses maupun hasil dengan indikator yang transparan sehingga semua pihak memahami betul ukuran keberhasilan yang disepakati.
  • Melaksanakan pertemuan mengembangakan  rencana kegiatan, evaluasi kegiatan, dan evaluasi hasil.
  • Menyusun pertanggung jawaban program secara transparan dan akuntabel.
  • Melakukan perbaikan berkelanjutan.

Hambatan dalam Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah
Beberapa hambatan yang mungkin dihadapi pihak-pihak berkepentingan dalam penerapan MBS adalah sebagai berikut :          
1) Tidak Berminat Untuk Terlibat     
Sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang sekarang mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam kegiatan yang menurut mereka hanya menambah beban. Anggota dewan sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu.

2). Tidak Efisien        
Pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif adakalanya menimbulkan frustrasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis. Para anggota dewan sekolah harus dapat bekerja sama dan memusatkan perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain di luar itu.

3). Pikiran Kelompok 
Setelah beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini berdampak positif karena mereka akan saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit “pikiran kelompok.” Ini berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak lagi realistis.

4) Memerlukan Pelatihan       
Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat MBS sebenarnya dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan sebagainya.

5) Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru       
Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.

6). Kesulitan Koordinasi        
Setiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan sekolah.
Apabila pihak-pihak yang berkepentingan telah dilibatkan sejak awal, mereka dapat memastikan bahwa setiap hambatan telah ditangani sebelum penerapan MBS. Dua unsur penting adalah pelatihan yang cukup tentang MBS dan klarifikasi peran dan tanggung jawab serta hasil yang diharapkan kepada semua pihak yang berkepentingan. Selain itu, semua yang terlibat harus memahami apa saja tanggung jawab pengambilan keputusan yang dapat dibagi, oleh siapa, dan pada level mana dalam organisasi.
Anggota masyarakat sekolah harus menyadari bahwa adakalanya harapan yang dibebankan kepada sekolah terlalu tinggi. Pengalaman penerapannya di tempat lain menunjukkan bahwa daerah yang paling berhasil menerapkan MBS telah memfokuskan harapan mereka pada dua maslahat: meningkatkan keterlibatan dalam pengambilan keputusan dan menghasilkan keputusan lebih baik.

0 comments:

Post a Comment