A. Konsep Kebutuhan
Pembelajaran
Kesenjangan
adalah sebuah permasalahan yang harus dipecahkan karena itu kesenjangan dijadikan suatu kebutuhan dalam merancang
pembelajaran, sehingga pembelajaran yang dilaksanakan merupakan solusi terbaik.
Bila kesenjangan tersebut dan menimbulkan efek yang besar, maka perlu
diprioritaskan dalam pengatasan masalah (Dick and Carey : 1990,15
- 27 ), mencampuradukkan antara kebutuhan dan keinginan diidentikkan
adalah hal yang keliru sebab menurut M. Atwi Suparman (2001 : 63) kebutuhan
adalah kesenjangan antara keadaan sekarang dengan yang seharusnya dalam redaksi
yang berbeda tapi sama. Morrison (2001: 27), mengatakan bahwa kebutuhan (need)
diartikan sebagai kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan kondisi yang
sebenarnya, keinginan adalah harapan ke depan atau cita-cita yang terkait
dengan pemecahan terhadap suatu masalah. Sedangkan analisa kebutuhan adalah
alat untuk mengidentifikasi masalah guna menentukan tindakan yang tepat.
(Morrison, 2001: 27)
Oleh karena itu Kaufman (1982) mengajak kita meyakini betul apa masalah yang
kita hadapi (M. Atwi Suparman: 2001-63), maka jika kita mengajar hendaknya kita
mengajukan kepada diri kita suatu pertanyaan apakah pemberian pembelajaran itu
dapat memecahkan masalah? Pertanyaan- pertanyaan senada antara lain:
1. Apa kebutuhan yang
dihadapi.
2. Apakah kebutuhan
tersebut merupakan masalah.
3. Apa penyebabnya.
4. Apakah pemberian
pelajaran merupakan cara yang tepat untuk memecahkan masalah.
Morrison (2001: 27)
membagi fungsi analisa kebutuhan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi
kebutuhan yang relevan dengan pekerjaan atau tugas sekarang yaitu masalah apa
yang mempengaruhi hasil pembelajaran.
2. Mengidentifikasi
kebutuhan mendesak yang terkait dengan finansial, keamanan atau masalah lain
yang menggangu pekerjaan atau lingkungan pendidikan
3. Menyajikan
prioritas-prioritas untuk memilih tindakan.
4. Memberikan data basis untuk menganalisa efektifitas pembelajaran.
Ada enam macam kebutuhan yang biasa digunakan untuk merencanakan dan
mengadakan analisa kebutuhan (Morrison, 2001: 28-30).
1. Kebutuhan Normatif
Membandingkan peserta didik
dengan standar nasional, misal, Ebtanas, UMPTN, dan sebagainya.
2. Kebutuhan Komperatif, membandingkan peserta didik pada satu kelompok
dengan kelompok lain yang selevel. Misal, hasil Ebtanas SLTP A dengan SLTP B.
3. Kebutuhan yang dirasakan, yaitu hasrat atau kinginan yang dimiliki
masing-masing peserta didik yang perlu ditingkatkan. Kebutuhan ini menunjukan kesenjangan
antara tingkat ketrampilan/kenyataan yang nampak dengan yang dirasakan. Cara
terbaik untuk mengidentifikasi kebutuhan ini dengan cara interview.
4. Kebutuhan yang diekspresikan, yaitu kebutuhan yang dirasakan seseorang
mampu diekspresikan dalam tindakan. Misal, siswa yang mendaftar sebuah kursus.
5. Kebutuhan Masa Depan, Yaitu mengidentifikasi perubahan-perubahan yang
akan terjadi dimasa mendatang. Misal, penerapan teknik pembelajaran yang baru,
dan sebagainya.
6. Kebutuhan Insidentil yang mendesak, yaitu faktor negatif yang muncul di
luar dugaan yang sangat berpengaruh. Misal, bencana nuklir, kesalahan medis,
bencana alam, dan sebagainya.
B. Melakukan Analisis Kebutuhan
Ada empat tahap dalam melakukan analisa kebutuhan yakni perencanaan, pengumpulan
data, analisa data dan menyiapkan laporan akhir.
Perencanaan : yang perlu dilakukan; membuat
klasifikasi siswa, siapa yang akan terlibat dalam kegiatan dan cara
pengumpulannya. (Morrison, 2001 : 32)
Pengumpulan data : perlu mempertimbangkan
besar kecilnya sampel dalam penyebarannya (distribusi) (Morrison,2001 : 33).
Analisa data : setelah data terkumpul kemudian data
dianalisis dengan pertimbangan : ekonomi, rangking, frequensi dan kebutuhan (ibid).
Membuat laporan akhir : dalam
sebuah laporan analisa kebutuhan mencakup empat bagian; analisa tujuan, analisa
proses, analisa hasil dengan table dan penjelasan singkat, rekomendasi yang
terkait dengan data. (Morrison, 2001: 33-34).
Membicarakan tentang analisis tujuan tidak bisa dipisahkan dengan input yang
terkait dengan masalah dan proses analisa kebutuhan.
C. Strategi Penilaian Kebutuhan.
Untuk memahami suatu kebutuhan termasuk masalah atau perlu penilaian
terlebih dahulu terhadap kebutuhan yang teridentifikasi yang disebut need
assessment.
Rasset menekankan pentingnya pengumpulan informasi tentang penilaian
kebutuhan secara langsung dari siswa baik orang dewasa maupun siswa umum. la
mengidentifikasi lima tipe pertanyaan yang berbeda-beda kelima pertanyaan
tersebut:
1. Tipe pertanyaan untuk mengidentifikasi masalah siswa
atau ‘leaner’ tentang seperti masalah yang sedang dihadapi.
2. Tipe
pertanyaan yang menanyakan
kepada siswa untuk mengungkapkan prioritas-prioritas
diantara ketrampilan-ketrampilan yang mungkin dapat dimasukkan dalam pelajaran.
Contoh : ketrampilan apa yang dibutuhkan ?
3. Tipe
pertanyaan yang meminta
kepada siswa untuk mendemonstrasikan ketrampilan
tertentu. Contoh : tulislah pertanyaan dengan kalimat yang pendek
4. Tipe pertanyaan mencoba untuk mengungkapkan perasaan dan
kesan siswa tentang suatu pelajaran tertentu. Contoh : apa yang menarik dari
pelajaran tersebut ?
5. Tipe pertanyaan yang memberikan kepada siswa untuk
menentukan pemecahan sendiri secara baik. Contoh : apa yang paling baik
dilakukan untuk ... ?
Harles (1975) menggambarkan partisipasi pihak-pihak yang mempunyai hubungan
kerja sama untuk mengidentifikasikan kebutuhan pembelajaran yaitu siswa,
pendidik, masyarakat dalam bentuk segitiga.
Atwi Suparman (2001 : 65-72) ada 8 langkah dalam mengidentifikasi kebutuhan
pembelajaran sebagai berikut:
Langkah 1.
Mengidentifikasi kesenjangan hasil prestasi saat ini dengan yang diidealkan.
Untuk memperoleh data tersebut menggunakan cara ; membaca laporan tertulis
observasi, wawancara, angket dan dokumen.
Langkah 2.
Sebelum mengambil tindakan pemecahan masalah, kesenjangan tersebut harus
dinilai terlebih dahulu dari segi:
- Tingkat signifikasi pengaruhnya.
- Luas ruang lingkup.
- Pentingnya peranan kesenjangan terhadap masa depan lembaga atau program.
Langkah 3.
Yang dilakukan dalam langkah ini:
a. Menganalisis kemungkinan penyebab
kesenjangan melalui observasi,wawancara, analisa logis.
b. Memisahkan kemungkinan penyebab yang tidak berasal dari kekurangan
pengetahuan, ketrampilan dan sikap untuk diserahkan penyelesaiannya kepada
pihak lain.
c. Mengelompokkan kemungkinan penyebab yang berasal dari kekurangan pengetahuan
ketrampilan dan sikap tertentu untuk diteruskan ke langkah 4.
Langkah 4.
Menginterview siswa untuk memisahkan antara
yang sudah pernah dan yang belum memperoleh pendidikan, bagi yang sudah
berpendidikan melanjutkan ke-langkah 5 dan bagi yang belum meneruskan
ke-langkah 8.
Langkah 5
Bagi peserta yang sudah berpendidikan pada
langkah ini dikelompokkan lagi mejadi peserta yang sering mengikuti pendidikan menuju
ke-langkah 6 dan jarang mengikuti pendidikan melanjutkan ke-langkah 7.
Langkah 6.
Kelompok
yang sudah sering mendapat pendidikan diberi umpan balik atas kekurangannya dan
diminta untuk mempraktekkan kembali sampai dapat melakukan tugasnya seperti yang
diinginkan.
Langkah
7.
Bagi kelompok yang masih jarang mengikuti pendidikan diberi kesempatan
lebih banyak untuk berlatih kembali, ini perlu disupervisi dari dekat agar
mencapai hasil yang diinginkan.
Langkah 8.
Untuk kelompok peserta yang belum pernah memperoleh pendidikan perlu
dibuatkan intruksional yang mencakup pengetahuan dan ketrampilan yang
diperlukan untuk diketahui peserta.
Setelah selesai pada tahapan ini dilanjutkan analisis pembelajaran, agar sistematis
dan prosedural perlu diurutkan tujuan pembelajaran dari yang bersifat abstrak
umum kepada tujuan yang kongkrit operasional. Langkah-langkah untuk melakukan
pembelajaran ada 3 yaitu : Analisis pembelajaran, identifakasi perilaku dan
karakteristik siswa.
Tulisan ini membahas:
1. Konsep dan prosedur penjabaran prilaku yang ada dalam TPU(Tujuan
Pembelajaran Umum) menjadi subprilaku yang lebih kecil.
2. Mengidentifikasi hubungan antara subprilaku yang satu dengan yang lain.
Ketrampilan melakukan analisis pembelajaran penting bagi kegiatan pembelajaran,
karena pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang harus diberikan lebih dulu
dibanding yang lain, ini berarti pengajaran terhindar dari pemberian isi
pelajaran yang tidak relevan dengan TPU (Tujuan Pembelajaran Umum)
D. Pengertian Analisis Pembelajaran
Analisis pembelajaran merupakan proses penjabaran prilaku umum menuju ke
prilaku khusus yang tersusun secara logis dan sisitematis. Dengan tersusunnya
gambaran prilaku khusus dari yang paling awal hingga akhir.
Menurut Dick and Carey analisis pembelajaran adalah seperangkat prosedur
yang bisa diterapkan dalam suatu tujuan pembelajaran menghasilkan
identifikasi langkah-langkah yang
relevan bagi penyelenggara suatu tujuan dan kemampuan-kemampuan subordinat yang
dibutuhkan oleh mahasiswa untuk mencapai tujuan.
E. Macam Struktur Prilaku
Apabila prilaku umum dijabarkan menjadi prilaku khusus akan terdapat 4
macam susunan prilaku yaitu:
1. Struktur Hirarkikal
Yaitu kedudukan dua prilaku yang menunjukkan bahwa salah satu prilaku hanya
dapat dilakukan bila telah dikuasai prilaku yang lain.
Yaitu kedudukan beberapa prilaku yang menunjukkan satu seri urutan prilaku
tetapi tadak ada yang menjadi prilaku prasyarat untuk yang lain. walaupun kedua
prilaku khusus itu harus dilakukan berurutan untuk dapat melakukan suatu
prilaku umum, Setiap prilaku itu dapat dipelajari secara terpisah.
3. Struktur Pengelompokan
Yaitu prilaku khusus yang
tidak mempunyai ketergantungan antara satu dengan yang lain, meski semuanya
berhubungan.
4. Struktur kombinasi.
Yaitu suatu prilaku umum bila diuraikan menjadi prilaku khusus sebagian
besar a&ar terstruktur secara kombinasi antara struktur hirarki, prosedural
dan pengelompokan. Contoh: mengoperasikan OHP.
1. Menuliskan prilaku umum yang ditulis dalam TPU untuk mata pelajaran yang
sedang dikembangkan.
2. Menuliskan setiap prilaku khusus yang merupakan bagian dari prilaku
umum. Jumlah prilaku khusus untuk setiap prilaku umum berkisar antara 5-10
buah, bila sangat dibutuhkan dapat ditambah.
3. Membuat prilaku khusus kedalam daftar urutan yang logis dari prilaku
umum. Prilaku khusus yang terdekat hubungannya dengan prilaku umum diteruskan
mundur sampai prilaku yang sangat jauh dari prilaku umum.
4. Menambahkan prilaku khusus atau kalau perlu dikurangi
5. Setiap prilaku khusus ditulis dalam lembar kartu/ kertas ukuran 3x5 cm.
6. Kemudian kartu disusun dengan menempatkannya dalam struktur hirarkhis
prosedural, atau dikelompokkan menurut kedudukan masing-masing terhadap kartu
lain.
7. Bila perlu ditambah dengan prilaku khusus lain atau dikurangi sesuai
kedudukan masing-masing.
8. Letak prilaku digambarkan dalam bentuk kotak-kotak di atas kertas lebar
sesuai dengan letak kartu yang telah disusun. Hubungkan kotak-kotak yang telah
digambar dengan garis-garis vertikal dan horisontal untuk menyatakan
hirarkhikal, prosedural dan pengelompokkan.
9. Meneliti kemungkinan hubungan prilaku umum yang satu dengan yang lain
atau prilaku khusus yang berada di bawah prilaku umum yang berbeda.
10. Memberi nomer urut pada setiap prilaku khusus dimulai dari yang terjauh
hingga yang terdekat dari prilaku umum.
Penomeran ini menunjukkan prilaku khusus yang terstruktur herarkhikal harus
dilakukan dari bawah ke atas. Sedangkan pemberian nomer urut prilaku khusus
yang terstruktur prosedural dapat berlainan dari urutannya dari yang lebih
sederhana ke yang lebih kompleks.
Pemberian nomer urut prilaku-prilaku khusus yang terstruktur pengelompokan
dilakukan dengan cara yang sama dengan struktur prosedural.
11. Mengkonsultasikan bagan yang telah dibuat
dengan teman sejawat untuk mendapatkan masukan antara lain tentang:
a. Lengkap-tidaknya prilaku khusus sebagai penjabaran dari setiap prilaku
umum.
b. Logis-tidaknya urutan prilaku-prilaku khusus menuju prilaku umum.
c. Struktur hubungan prilaku-prilaku khusus tersebut. (herarkhikal prosedural,
pengelompokan atau kombinasi).
Penutup
Dari bahasan di atas dapat dipahami bahwa seorang pendidika yang
profesional sudah seharusnya paham akan tuntutan profesi baik secara
administrasi, akademis, praktik, lebih penting lagi masalah bagaimana mendesain
sebuah pembelajaran yang harmoni yaitu mendesain content atau materi
pembelajaran yang aktual dan relevan dengan tuntutan atau kebutuhan life skill
siswa dan sesuai zamanyya, mendesain learning objective sesuai dengan kebutuhan
siswa dan tingkat kesulitannya, fururistik/kedepan tidak menjadikan siswa
ketinggalan zaman dengan komunitasnya. Kesemuanya terencana berdasarkan apa
yang mesti ada dan dihadirkan sesuai dengan kondisi siswa secara klasikal,
regional ataupun nasional walaupun dengan ’setting’ local.
Hal itu dimungkinkan bila minimal sebagai pendidik paham betul akan siswa
dan keinginan secara individual maupun klasikal di desain secara proporsional.
0 comments:
Post a Comment