Ruang Terbuka Hijau merupakan lahan – lahan alami yang ada
di wilayah perkotaan. Bentuk RTH yang berupa fasilitas umum/publik, sebagai
tempat beraktivitas, adalah taman kota,
taman pemakaman, lapangan olahraga, hutan kota, dan lain – lain yang
memerlukan area lahan/peruntukan lahan hijau secara definitif ( Nirwono dan
Iwan, 2011 )
Ruang Terbuka Hijau merupakan suatu lahan/kawasan yang
mengandung unsur dan struktur alami yang dapat menjalankan proses – proses
ekologis, seperti pengendali pencemaran udara, ameliorasi iklim, pengendali
tata air, dan sebagainya. Unsur alami inilah yang menjadi ciri Ruang Terbuka
Hijau di wilayah perkotaan, baik unsur alami berupa tumbuh – tumbuhan atau
vegetasi, badan air, maupun unsur alami lainnya.
sesuai amanat Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, dengan luas RTH minimal 30 persen
dari wilayah kota, RTH di samping berperan membentuk struktur kota, juga
harus tercermin dalam pola ruang kota. Fungsi, manfaat, klasifikasi, dan
distribusi RTH di wilayah perkotaan menjadi sangat penting, karena fungsi dan
manfaat RTH tidak dapat digantikan dengan unsur – unsur ruang kota lainnya
karena sifatnya yang alami.
RTH adalah bagian dari ruang terbuka ( open space ) yang diklasifikasikan
sebagai ruang atau lahan yang mengandung unsur dan struktur alami. RTH ini
dibedakan dalam dua macam yaitu RTH alami dan RTH binaan.
RTH alami terdiri atas daerah hijau yang masih alami (wilderness Areas), daerah hijau yang
dilindungi agar tetap dalam kondisi alami (protected
areas), dan daerah hijau yang difungsikan sebagai taman publik tetapi tetap
dengan mempertahankan karakter alam sebagai basis tamannya (natural park areas)
RTH binaan terdiri dari atas daerah hijau di perkotaan yang
dibangun sebagai taman kota (urban park
areas), daerah hijau yang dibangun dengan fungsi rekreasi bagi warga kota (recreational areas), dan daerah hijau
antar bangunan maupun halaman – halaman bangunan yang digunakan sebagai area
penghijauan (urban development open
spaces). Khusus daerah hijau di kawasan perkotaan dapat dikembangkan
sebagai plaza, square, jalur hijau jalan, maupun sabuk hijau kota (greenbelt).
Tujuan pembangunan RTH sebagai infrastruktur hijau di
wilayah perkotaan adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan yang
nyaman, segar, indah, dan bersih, sebagai sarana lingkungan perkotaan;
menciptakan keserasian lingkungan alami dan lingkungan binaan yang berguna
untuk kepentingan masyarakat; menciptakan kota yang sehat, layak huni, dan
berkelanjutan
Fungsi RTH menurut Nirwono dan Iwan (2011:98)
1.
Konservasi tanah dan air : pembangunan kota
lebih dimaknai sebagai pembangunan fisik perkotaan berupa gedung, jalan,
jembatan, dan perkerasan. Permukaan lahan yang tertutup perkerasan dan bangunan
semakin hari semakin meluas seiring dengan perubahan lahan alami menjadi lahan
terbangun. Keadaan ini menyebabkan air hujan tidak dapat meresap ke dalam tanah
(infiltrasi), sehingga peresapan air tanah (dangkal) terhambat. Keberadaan RTH
sangat penting untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah, menyuplai cadangan
air tanah, dan mengaktifkan siklus hidrologi.
2.
Ameliorasi iklim : kemajuan teknologi mampu
memengaruhi iklim mikro pada ruang tertutup dalam bangunan agar lebih nyaman,
tetapi belum mampu memengaruhi ruang terbuka perkotaan. Massalisasi penggunaan
alat penyejuk udara (AC) terbukti berpengaruh negatif terhadap kenaikan suhu
udara di ruang luar sekitar bangunan. Iklim di daerah perkotaan berkaitan
dengan suhu udara, kelembapan, aliran udara, dan penyinaran matahari. Semua itu
memengaruhi kenyamanan hidup manusia. Keberadaan tanaman dan unsur air sebagai
unsur utama RTH mampu menciptakan iklim mikro yang lebih baik.
3.
Pengendali pencemaran : pencemaran di kota –
kota besar pada umumnya tinggi. RTH mempunyai kemampuan mengendalikan
pencemaran, baik pencemaran udara, air, maupun suara bising. Peningkatan bahan
pencemar di udara, khususnya karbondioksida akibat kegiatan industri dan
kendaraan bermotor, dapat diserap tanaman dalam proses fotosintesis. Keberadaan
RTH dapat mengendalikan bahan pencemar (polutan), sehingga tingkat pencemaran
dapat ditekan dan konsentrasi karbondioksida dapat berkurang
4.
Habitat satwa dan konservasi plasma nutfah :
dengan pemilihan jenis tanaman yang tepat, RTH dapat dijadikan sebagai habitat
satwa liar, tempat konservasi plasma nutfah, dan keanekaragaman hayati.
Keberadaan satwa liar di wilayah perkotaan memberi warna tersendiri bagi
kehidupan warga kota dan menjadi indikator tingkat kesehatan lingkungan kota
5.
Sarana kesehatan dan olahraga : melalui proses
fotosintesis, tanaman penghasil oksigen (O2), gas yang sangat
dibutuhkan manusia untuk bernapas. Oleh karena itu, RTH yang dipenuhi pepohonan
sering disebut sebagai paru – paru kota. Keberadaan RTH sangat berperan untuk
meningkatkan kesehatan dan olahraga
6.
Sarana rekreasi dan wisata : suasana kota yang
padat bangunan dengan dinamika kehidupan yang serbacepat dan rutinitas
pekerjaan sehari – hari mmbuat warga cepat jenuh. Mereka membutuhkan tempat
rekreasi dan wisata alami taman lingkungan, taman kota, hutan kota, kebun
binatang, kebun raya, maupun bentuk RTH rekreasi lainnya sangat berperan
mengembalikan kreativitas kehidupan warga dari rutinitas dan kejenuhan dalam
bekerja. Anak-anak hingga lanjut usia dapat beraktivitas di ruang luar. Oleh
karena itu, keberadaan RTH mendukung kebutuhan ketersediaan RTH sebagai tempat
sarana rekreasi dan interaksi sosial warga
7.
Sarana pendidikan dan penyuluhan : RTH
bermanfaat sebagai sarana pendidikan dan penyuluhan tentang sumber daya alam
dan lingkungan hidup. RTH dapat digunakan untuk membangkitkan cita rasa
terhadap alam dan lingkungan. Keberadaan tanaman dan unsur alam lainnya sebagai
habitat satwa dan burung secara tidak langsung menjadi sarana pembelajaran bagi
warga, terutama anak – anak, selain meningkatkan kualitas lingkungan kota.
8.
Area evakuasi bencana : sering terjadinya
bencana di Indonesia akhir – akhir ini seperti gempa bumi, tsunami, banjir,
letusan gunung berapi, kebakaran, perlu pengembangan mitigasi bencana dengan
menyiapkan area terbuka di kawasan perkotaan yang dapat berfungsi sebagai
tempat evakuasi . RTH seperti taman, halaman, lapangan bola, dapat dijadikan
area evakuasi warga saat terjadi bencana.
9.
Pengendali tata ruang kota : RTH sebagai kawasan
preservasi atau konservasi yang berbentuk jalur hijau dapat dijadikan alat
pengendali tata ruang kota dengan fungsi sebagai sabuk hijau (green belt) atau
jalur hijau pembatas kawasan maupun pembatas wilayah kota
10.
Estetika : keberadaan RTH dapat meningkatkan
daya tarik dan keindahan suatu kota. Tanaman memiliki bentuk, warna dan tekstur
beraneka ragam sehigga dapat menambah keindahan pemandangan lanskap kota. Di
samping itu, sebagai unsur yang hidup dan berkembang, tanaman dapat berubah
dari waktu ke waktu (bersemi, berbunga, berbuah, rontok, dan sebagainya)
sehingga menjadi daya tarik tersendiri. Unsur tanaman yang bersifat alami dapat
memperlembut kesan keras (rigid) arsitektur bangunan di daerah perkotaan.
Pemilihan jenis tanaman yang tepat dan tersedianya RTH yang memadai akan
menunjang estetika kota. unsur air diwujudkan menjadi air mancur, air terjun,
kolam hias, dan bentuk kolam lainnya untuk memprtindah daya tarik lingkungan
perkotaan.
Dari berbagai fungsi dan manfaat tersebut, fungsi RTH
sebagai infrastruktur hijau di wilayah perkotaan dapat dikelompokkan menjadi
tiga katagori: fungsi ekologis, fungsi sosial – ekonomi – budaya, dan fungsi
estetika. Namun demikian dalam penataan ruang perkotaan fungsi RTH lebih
ditekankan pada fungsi ekologis.
0 comments:
Post a Comment